Bengkulu ,Ink – Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu bersama Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Bengkulu menggelar Focus Group Diskusi (FGD) bertemakan “Menyikapi Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, di Hotel Mercure Bengkulu, Kamis (8/9/2022).
FGD ini diisi narasumber dari anggota legislatif, akademisi, Pertamina, Dinas Sosial, Badan Musyawarah Adat (BMA) dan dihadiri sejumlah intansi vertikal, tokoh daerah, perwakilan organisasi masyarakat, organisasi pemuda, perwakilan mahasiswa, buruh dan pelaku usaha se-Provinsi Bengkulu.
Dalam FGD ini, pemerintah mencoba menyerap aspirasi dari berbagai kalangan terhadap adanya kenaikan harga BBM jenis Solar, Pertalite, hingga Pertamax
Perwakilan Bidang Operasional Polda Bengkulu, Kompol Azis mengatakan semua lintas sektor diminta menyikapi kenaikan harga BBM dengan bijak. Pihaknya pun mengawal distribusi Pertalite dan Solar serta penyaluran program bantuan sosial sesuai rencana dan tepat sasaran.
“Ada beberapa bantuan sosial sektor pertanian, kelautan, hingga penyedia transportasi umum, ini akan kami kawal,” ujarnya.
Polda Bengkulu telah mengawasi jangan sampai ada penyimpangan dari pihak pendistribusi BBM.
“Jangan sampai harganya sudah naik, logistiknya langka tapi distribusinya masih kurang tepat sehingga terjadi gejolak sosial antara konsumen dan penyedia BBM,” katanya.
Selain itu Polda Bengkulu mengawal potensi kerawanan terkait isu kenaikan BBM, dengan penanganan profesional seperti memdiasi dan pendekatan massa aksi yang menolak kenaikan BBM.
“Meski kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun, namun kami tetap akan menjaga agar kondusifitas daerah terjaga,” ungkapnya.
Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler mengatakan kenaikan BBM sudah beberapa kali dalam setahun terakhir. Ia menilai ada yang salah dalam pengumumam kenaikan BBM yang dilakukan langsung oleh Presiden Jokwo Widodo beberapa waktu lalu.
“Ada dua kemungkinan yakni salah breanding dan freaming. Jadi jika mau anteng, harusnya jangan diumumkan,” kata dia.
Selain itu ia menyebut metode tergampang negara dalam mengambil uang rakyat adalah menaikan pajak dan BBM. Sehingga diminta agar subsidi tepat tidak menggunakan syarat yang justru masyarakat tambah susah.
“Masyarakat butuh subsidi bukan bantuan sosial. Pun jika mau disalurkan ke masyarakat, ya serahkan tanpa banyak tetek bengek ataupun syarat dan berbagai jenis macam bantuan sosial,” katanya.
Di dalam FGD ini ia secara gamblang tidak setuju dengan adanya kenaikan ini. BBM punya rakyat yang harusnya dengan leluasa dinikmati.
Harus nambah kuota bbm berdasarkan kebutuhan masyarakat. Pertahun ada penambahan sesuai dengan pertambahan penduduk. Jika Kuota BBM saja kurang artinya penduduk Provinsi Bengkulu berkurang.
Ia pun meminta agar lapisan organisasi kemasyarakatan tetap istikomah menyampaikan aspirasinya menolak kenaikan ini.
“Harusnya pemerintah mensurpluskan pasokan energi ke masyarakat. Pertamina itu adalah bumn milik negara yang harusnya bukan untuk berbisnis dengan masyarakat,” tegasnya.
Selainjutnya Kepala Dinas Sosial Provinsi Bengkulu, Iskandar ZO menyebutkan dampak kenaikan BBM akan ada dorongan inflasi di atas 4 persen secara nasional.
Dampak lainnya akan ada pemangkasan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,33 poin persentase atas kebijakan ini. Ditambah lagi dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sampai 50- 100 basis poin.
“Mengikis daya beli masyarakat sudah jelas. Namun pemerintah telah menyiapkan, bagaimana agar bantuan ini layak diterima dan tepat sasaran. Oleh karenanya langkah pemerintah adalah menyediakan program jaring pengaman sosial bagi kelompok rentan,” ujarnya.
Pemerintah telah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,7 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat melalui DTKS sebesar sampai 150.000/bulan dari september hingga Desember.
Kemudian ada bantuan subsidi upah (BSU) Rp9,6 trilun untuk 16 juta pekerja penerima upah maksimum Rp3,5 juta. Kedua pokok sasaran diambil dari 2 persen dana alokasi umum di masing-masing provinsi/kota/kabupaten hingga senilai Rp2,17 triliun.
Demikian halnya yang disampaikan Akademisi Universitas Bengkulu. Ia mengatakan kenaikan harga BBM tidak dapat dipungkiri. Hanya saja kenaikan tersebut tidak di waktu yang tepat sehingga berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya.
“Waktu kenaikan harga BBM malah menambah masalah di tengah harga kebutuhan yang serba mahal saat ini. Artinya pemerintah kurang bijak. Ini tentu berdampak pada daya beli masyarakat di daerah,” ujarnya.
Akademisi menilai kebutuhan akan pangan tentu mendorong gejolak sosial. Ketika masyarakat lapar, kondisi dan gejolak sosial akan tak terelakan dan akan membuat masyarakat melakukan perlawanan.
“Saya khawatir, kenaikan BBM akan berimbas pada kenaikan kebutuhan lain seperti tarif listrik, dan bahan pangan lainnya,” ujarnya.(Humas Polda)